nusakini.com-- Kerap kali yang tercetak dibenak melihat seorang menteri yang terbayang adalah keistimewaannya. Dihormati. Di istimewakan. Layanan serta fasilitas nomor satu. Benarkah seperti itu? Mungkin benar, mungkin juga tidak. Karena pada akhirnya dikembalikan pada menteri itu sendiri sebagai pribadi. 

Tjahjo Kumolo adalah salah satu menteri di kabinet kerja pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla. Jabatannya sangat penting, sebagai Menteri Dalam Negeri. Bisa dikatakan, di jajaran kabinet, Mendagri adalah pembantu presiden utama. Sederhananya, ia bisa dikatakan 'tangan kanan' presiden untuk urusan pemerintahan dan politik dalam negeri. Apakah Tjahjo, menteri yang diistimewakan? Selalu mendapat layanan kelas satu? 

" Saya menyetrika sendiri baju yang akan saya pakai. Kalau nyetrika sendiri rasanya lebih puas," kata Tjahjo dalam satu kesempatan bincang santai dengan para wartawan di Jakarta. 

Tentu saja pengakuan Tjahjo itu cukup mengagetkan. Karena sebagai menteri, apalagi Mendagri, pasti diberikan fasilitas nomor satu untuk mendukung kerja. Misalnya pembantu rumahtangga. Tjahjo sendiri mengatakan, walau ia sekarang sudah jadi menteri, dirinya tak mau berubah sikap dan kebiasaan. Menteri itu yang dituntut adalah kerjanya. Karena itu adalah mandat yang harus dipertanggungjawabkan. 

Bahkan kata dia, ia juga tak segan turun ke dapur, memasak sendiri. Ia mengaku cukup piawai meracik menu nasi goreng, atau memasak daging kambing. Karena itu di kulkasnya selalu tersedia bumbu, semacam brambang, cabe, bawang putih dan tomat. 

Untuk urusan makan pun, Tjahjo juga tak rewel. Makan di pinggir jalan pun jadi. Tidak harus di restoran nomor satu mentang-mentang jadi menteri. Pernah satu ketika saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Klaten. Tjahjo dengan santainya, mampir makan bakso di warung baso yang ada di trotoar jalan.

Meski ketika itu hawa sangat terik. Begitu juga ketika Tjahjo baru pulang kunjungan dari Klaten. Mendadak ia berhenti di pinggir jalan, di sebuah warung es kelapa sederhana. Tentu, kedatangannya membuat kaget pemilik warung yang tak menyangka seorang menteri bakal mampir di warungnya. Pemilik warung dan istrinya sampai kikuk. 

Pun untuk urusan kendaraan atau alat transportasi yang digunakan. Seperti yang dilakukannya saat pergi ke Bandung untuk menghadiri acara di Sesko TNI pada Rabu (4/7). Berangkat dari Jakarta, Tjahjo gunakan kereta. 

Kata dia, pakai kereta saat ini tak kalah nyaman dengan naik pesawat. Bebas macet ketimbang naik mobil. Tidak hanya itu, naik kereta baginya semacam melacak jejak kenangan. Dulu katanya, waktu awal-awal ia jadi anggota DPR, seringnya pulang kampung ke Semarang naik kereta. " Saya dulu kalau mudik ke Semarang ya naik kereta seringnya," kata Tjahjo. 

Menurutnya, naik angkutan rakyat justru ia merasa lebih dekat dengan masyarakat. Seperti saat ke Bandung untuk menghadiri acara di Sesko. Begitu tiba di stasiun di Bandung, selalu saja ada penumpang yang minta foto bareng. Tjahjo dengan senang hati meladeni penumpang yang foto bareng. Dia tak pernah menolak. Baginya, kalau itu bisa membuat masyarakat senang, dirinya sudah cukup bahagia. " Tugas saya kan melayani masyarakat. Dari hal-hal kecil saja kita mulai melayani. Membuat warga senang, bagi saya itu cukup membahagiakan," katanya. 

Begitu juga ketika ia harus pergi naik pesawat. Ia jarang sekali pergi misalnya lewat jalur VIP. Ia selalu masuk bandara lewat jalur penumpang biasa. Antri seperti biasa bersama penumpang lainnya. Pernah satu ketika, pesawat yang akan ditumpanginya tak memakai garbarata. Penumpang untuk sampai ke pesawat harus naik bus. Tjahjo pun ikut berdesak-desakan bergelayut dalam bis bersama penumpang lain. Padahal, pihak maskapai menyediakan mobil khusus. Tapi di tolaknya. 

Saat memakai mobil dinas juga begitu. Tjahjo kerap menghardik mobil polisi yang mengawalnya karena membunyikan sirine atau menerobos lampu merah. Ia tak mau warga terganggu hanya karena pejabat akan lewat. Karena itu, ia tak pernah menerobos lampu merah. Kalau traffic light menyala merah, mobilnya juga ikut berhenti. Pun ketika macet. " Kalau tak ada yang diburu waktu, untuk apa menerobos, " ujarnya. (p/ab)